(Foto : Siloan Hospitals)
BANJARMASIN, kalimantanprime.com - Hipertensi adalah salah satu faktor pemicu risiko stroke, serangan jantung, dan berbagai masalah kesehatan lainnya. Kondisi ini terkadang tidak memiliki gejala sehingga perlu diwaspadai karena bisa berbahaya jika tidak diobati. Pemeriksaan secara rutin dan perubahan pola makan menjadi langkah yang penting untuk dilakukan agar kondisi ini tidak menyebabkan masalah lebih lanjut.
Dilansir laman Siloan Hospitals, mari simak ulasan selengkapnya mengenai apa itu hipertensi di bawah ini
Apa itu Hipertensi?
Hipertensi adalah kondisi ketika tekanan darah lebih tinggi dari nilai normal. Tekanan darah terbagi menjadi dua bagian, yaitu sistolik dan diastolik. Sistolik merupakan tekanan ketika jantung memompa darah ke seluruh tubuh. Sementara itu, diastolik adalah tekanan ketika jantung berada dalam posisi rileks atau istirahat untuk menerima darah kembali ke ruang jantung sebelum memompanya ke seluruh tubuh.
Pada kondisi hipertensi atau tekanan darah tinggi, tekanan sistolik sama dengan atau lebih dari 140 mmHg, sedangkan tekanan diastolik sama dengan atau melebihi 90 mmHg. Bila tidak diobati, hipertensi dapat meningkatkan risiko penyakit serius, termasuk stroke, gagal jantung, penyakit ginjal, dan lain sebagainya.
Penyebab Hipertensi
Ada berbagai faktor yang dapat menyebabkan hipertensi. Berdasarkan penyebabnya, hipertensi sendiri terbagi menjadi dua jenis, yaitu hipertensi primer dan sekunder. Berikut masing-masing penjelasannya.
A. Hipertensi Primer
Hipertensi primer adalah tekanan darah tinggi yang tidak disebabkan oleh kondisi medis tertentu. Meskipun penyebab dari hipertensi primer belum diketahui secara pasti, terdapat sejumlah faktor yang diketahui dapat meningkatkan risiko seseorang terkena jenis hipertensi primer, yaitu:
- Aktivitas fisik yang terbatas atau cenderung menerapkan sedentary lifestyle.
- Mengonsumsi minuman beralkohol terlalu banyak.
- Pola makan yang kurang sehat.
- Faktor genetik atau riwayat keluarga.
- Obesitas.
B. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder adalah tekanan darah tinggi yang dipicu atau sebagai komplikasi dari kondisi medis tertentu. Adapun beberapa penyakit yang dapat menyebabkan hipertensi adalah sebagai berikut:
- Penyakit ginjal.
- Sindrom Conn (kondisi ketika tubuh memproduksi hormon aldosteron berlebih).
- Sindrom Cushing (kondisi
- Koarktasio aorta (penyempitan pembuluh darah aorta).
- Penyakit pembuluh darah ginjal, seperti stenosis arteri ginjal.
- Obstructive sleep apnea.
Selain disebabkan oleh penyakit tertentu, hipertensi sekunder juga bisa dipicu oleh faktor lain, seperti:
- Penggunaan narkoba.
- Mengonsumsi obat-obatan tertentu, seperti pil KB, steorid, antinyeri, antidepresan, dan lain-lain.
- Penggunaan produk tembakau, termasuk rokok, vape, atau tembakau tanpa asap.
- Faktor Risiko Hipertensi
Secara umum, terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko hipertensi, baik hipertensi primer maupun sekunder, yaitu:
- Terdapat anggota keluarga biologis yang mengidap tekanan darah tinggi, penyakit kardiovaskular, atau diabetes.
- Berusia di atas 55 tahun.
- Memiliki berat badan berlebih (overweight) atau obesitas.
- Jarang berolahraga.
- Mengonsumsi makanan tinggi garam secara berlebihan.
- Merokok atau menggunakan produk tembakau.
- Minum terlalu banyak alkohol.
Gejala Hipertensi
Sebagian besar penderita hipertensi tidak mengalami gejala apa pun, bahkan ketika hasil pemeriksaan menunjukkan tekanan darah yang sangat tinggi. Jika muncul gejala, beberapa keluhan yang sering kali dirasakan penderita hipertensi adalah sebagai berikut:
-Sakit kepala parah.
- Sesak napas.
- Mimisan.
- Nyeri dada.
- Pusing.
- Mual.
- Muntah.
- Penglihatan kabur.
- Kecemasan
- Kebingungan.
- Telinga berdengung.
- Irama jantung abnormal.
Diagnosis Hipertensi
Untuk mendiagnosis hipertensi, dokter akan melakukan anamnesis (wawancara medis) mengenai gejala dan riwayat kesehatan pasien dan keluarga terlebih dahulu. Kemudian, dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik, mulai dari pemeriksaan tanda-tanda vital (tekanan darah, laju nadi, laju napas, suhu), dan pemeriksaan jantung dengan menggunakan stetoskop.
Guna mengonfirmasi tekanan darah pasien, dokter menggunakan alat pengukur tekanan darah dengan memakaikan manset lengan tiup. Hasil pengukuran tersebut akan dilihat berdasarkan kategori tekanan darah berikut ini :
- Optimal: Sistolik < 120 mmHg dan diastolik < 80 mmHg.
- Normal: Sistolik 120–129 mmHg dan/atau diastolik 80–84 mmHg.
- Normal tinggi: Sistolik 130–139 mmHg dan/atau diastolik 85–89 mmHg.
- Hipertensi derajat 1: Sistolik 140–159 mmHg dan/atau diastolik 90–99 mmHg.
- Hipertensi derajat 2: Sistolik 160–179 mmHg dan/atau diastolik 100–109 mmHg.
- Hipertensi derajat 3: Sistolik >= 180 mmHg dan/atau diastolik >= 110 mmHg.
- Hipertensi sistolik terisolasi: sistolik ≥140 mmHg dan diastolik <90 mmHg.
Bagi pasien yang terdiagnosis hipertensi, dokter dapat merekomendasikan pemeriksaan penunjang untuk memastikan penyebabnya. Pemeriksaan tersebut, di antaranya:
- Pemantauan tekanan darah ambulasi, untuk memeriksa tekanan darah pada waktu yang teratur selama 24 jam.
- Tes laboratorium, pemeriksaan ini mencakup tes darah dan tes urine, untuk memeriksa kadar kolesterol dan gula darah, serta fungsi ginjal, hati, dan tiroid.
- Elektrokardiogram, untuk mengukur aktivitas listrik jantung.
- Ekokardiogram, pemeriksaan menggunakan gelombang suara untuk membuat gambar terperinci dari jantung yang berdetak.
Pengobatan Hipertensi
Tujuan utama pengobatan hipertensi adalah mengembalikan tekanan darah normal. Hal ini bisa dilakukan dengan mengontrol tekanan darah melalui obat-obatan dan perubahan gaya hidup. Adapun gaya hidup sehat yang perlu diterapkan oleh penderita hipertensi adalah sebagai berikut:
- Menjaga berat badan ideal.
- Menerapkan pola makan yang sehat.
- Mengurangi konsumsi garam.
- Olahraga secara rutin.
- Membatasi konsumsi alkohol.
- Berhenti merokok atau menghindari paparan asap rokok.
Sementara itu, bila dibutuhkan obat-obatan, dokter biasanya meresepkan beberapa jenis obat berikut ini:
- Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitors: Obat ini menghambat kerja ACE, yaitu enzim yang mengatur produksi hormon angiotensin II yang secara alami digunakan tubuh untuk mengatur tekanan darah.
- Angiotensin II receptor blockers (ARBs): Menghambat hormon angiotensin II agar tidak terikat dengan reseptor di pembuluh darah. ARB juga bekerja dengan cara yang sama seperti ACE inhibitors.
- Calcium channel blockers: Obat ini mencegah kalsium memasuki sel otot jantung dan pembuluh darah sehingga pembuluh darah menjadi rileks.
Perlu dipahami bahwa penyebab serta gejala yang disebutkan di atas tidak spesifik mewakili kondisi hipertensi. Dengan kata lain, tanda dan gejala yang disebutkan mungkin terjadi pada kondisi medis lainnya, sehingga apabila Anda merasakan keluhan tersebut, penting untuk berkonsultasi dengan Dokter Spesialis Penyakit Dalam di Siloam Hospitals terdekat agar mendapatkan diagnosis yang akurat.
Penting pula untuk dicatat bahwa proses pemeriksaan dan pengobatan di setiap rumah sakit bisa berbeda-beda, tergantung dari fasilitas kesehatan yang disediakan. Namun, tenaga medis tentu akan memastikan bahwa tahapan pemeriksaan dan pengobatan sesuai dengan kondisi masing-masing pasien. (Tim)
*Sumber : Siloam Hospitals